Rabu, 26 Juli 2017

Kevin? (25)

Aku sudah memutuskan untuk mengambil cuti masa kerjaku dan aku akan kembali ke tempat pertama dimana aku merasa nyaman dan aman setelah aku di guncang hebat ketika Kevin memutuskan untuk meninggalkan aku. Aku kembali ke Jogja kota yang penuh cinta dan kehangatan. Aku selalu merasa aku seperti dirumah bila aku berada di Jogja. Namun, aku memberikan informasi kepada orang kantor bahwa aku akan cuti dan akan menetap selama 3 minggu di Jepang. Aku sengaja memalsukan informasi itu karena aku tau akan ada seseorang yang mencari dan mungkin akan menganggu masa cuti ku ini.

**
Entah apa yang ada di pikiran Kiki, lagi-lagi dia memilih untuk menghilang dan membuat gue benar-benar mencari kemana keberadaan dia. gue sampe bener-bener nyari dia di semua media sosial namun tak ada satupun jawaban yang membuat gue yakin dan puas dimana sebenarnya dia berada. begitu banyak kemungkinan Kiki berada di Jepang. Namun, hati kecil gue tidak menyakini bahwa dia ada disana. Gue coba telepon nomor hpnya pun tidak aktif. Gue bener-bener labil dan ngga bisa mikir secara rasional. Semuanya sekarang begitu abu-abu untuk dimengerti.

Gue ngga tahu lagi harus menjelaskan apa ke Kiki bahwa gue dan Isabelle memang tidak mempunyai hubungan khusus. Namun Kiki tetap kekeuh dengan segala opini yang ada dikepala dia bahwa gue sedang memperjuangkan Isabelle. Dia bener-bener salah kaprah dan membuat gue frustasi akan semua ini sekalipun ada wanita yang sedang gue perjuangkan adalah dia. Karena dia sudah membuat hidup gue berombak dan penuh makna karena dia juga gue bisa jadi orang yang begitu penyabar dan pengertian. Sebelumnya, gue bakal kilas balik kisah gue di masa lalu. Gue adalah seorang laki-laki yang paling ngga suka akan kekerasan namun gue mempunyai sifat tempramental yang sangat tinggi. Tapi gue bukan tipikal laki-laki tempramen yang dengan mudah menggunakan tangan dan kaki gue untuk menyakiti orang lain. Gue lebih kejam dari pada menggunakan tangan dan kaki gue. Gue lebih memilih untuk menggunakan otak dan mulut gue untuk menyakiti orang lain. Gue memang keras namun setelah gue melakukan hal bodoh untuk menyakiti orang lain gue akan merasa tersiksa dan gue akan mulai meminum obat gue yang penghilang rasa sakit. Opini gue adalah setelah gue berani bertindak dan cepat dan mengambil keputusan itu bisa membuat gue merasa menang dan hebat. Gue memang merasakan dua hal itu namun tidak dalam waktu jangka panjang. Gue hanya menikmati dua hal itu selama 10 jam. percayalah. Dan salah satu keputusan yang gue ambil dalam keadaan bodoh adalah untuk meninggalkan Kiki dan melupakan dia selama gue berada di Jerman. Padahal gue tau resiko dan segala konsekuensi yang akan gue dapatkan setelah melakukan ini.

Dan benar saja, ketika seminggu setelah gue mengambil keputusan ini. Gue seperti orang sakau yang membutuhkan obat baru, padahal gue benar-benar bukan pemakain obat haram itu. Tetapi, gue merasakan seperti itu gue butuh obat dan obat gue adalah orang yang gue sakitin. Kiki. Gue hanya butuh dia dan bicara sama dia untuk menjelaskan semua alasan bodoh yang sudah gue ambil ini. Gue gadapet apa-apa gue hanya mendapatkan rasa sakit yang semakin menguasai tubuh gue. Kalian mungkin anggap gue pria lemah dan lebay tapi itu sesungguhnya yang gue rasakan. Semua rasa piluh ini sampai membuat salah satu sahabat gue khawatir. Yaitu Isabelle. Isabelle ada sahabat gue di Jerman, kenapa Isabelle mengenal Kiki ya dengan cara seperti ini gue mengenalkan Kiki ke Isabelle. Sampai gue benar-benar sembuh dan bangkit Isabelle ngga pernah ngasih gue saran untuk gue, dia ngga pernah ngasih jalan keluar sama gue dan pada akhirnya dia bener-bener ngasih gue saran sekaligus ngasih gue kejujuran mengenai perasaan dia selama dia jadi sahabat gue.

Malam itu, gue udah sembuh total dan udah bisa balik ke Indonesia untuk melakukan kerjasama sama kantor Om gue. Dan dua hari sebelum gue terbang ke Indonesia. Isabelle menumpahkan semua rasa yang selama ini dia pendam sendiri ke gue.

"Jadi, dengan mudahnya kamu milih untuk kembali ke Indonesia dan meninggalkan aku disini sendiri?" Gue bingung seada-adanya karena gue masih belum paham arah pembicaraan dia kemana. "Maksudnya gimana sih Bel? Coba deh kamu ngomongnya pelan-pelan dan tarik nafas." Jawab gue masih asik dengan stik ps empat ditangan. "Kamu, bisa ngga lihat aku?" kata dia seperti itu dan otomatis gue langsung meletakkan stik ps gue dan duduk mengarah ke dia. "Bukan seperti ini maksud aku Vin" gue bingung dan tetep memilih duduk menghadap langsung ke Isabelle. "Jadi kamu maunya apa sekarang"  gue langsung to the point dan tanpa basa basi lagi. Lalu Isabelle membenarkan posisi duduknya dan mulai angkat bicara "Kamu bisa ngga lihat aku sekarang? Kamu bisa ngga stop mikirin dia  dan ingin ngejar dia balik? Kamu bisa ngga lihat perjuangan aku selama ini ke kamu gimana? dan kamu bisa ngga stop ceritain dia dan kasih tau aku kalo kamu begitu bangga mengenal dia dan bersyukur kalo dia udah pernah mengisi hari-hari kamu? Kamu bisa memulai cerita baru sama aku Vin, Kamu bisa"

"Ngomong apasih Bel? Aku selama ini melihat dan menganggap kamu ya. Kamu teman yang luar biasa hebat buat aku Bel. Kamu selalu ada ketika aku benar-benar jatuh dan rapuh. Kamu selalu ada di saat aku senang dan bebas. Kamu selalu ada buat jadi pundak ketika aku sedang membutuhkan senderan untuk beristirahat. Kamu hebat Bel, Kamu bisa ngehandel aku sendirian dan kamu selalu senang ketika aku menceritakan tentang dia ke kamu. Kamu benar-benar teman terbaiku, Bel"

"Aku selama ini hanya teman terbaik kamu Vin? hanya teman terbaik? Oh Tuhan, percayalah jika aku bisa memaki ini adalah waktu yang tepat untuk aku memaki diriku sendiri. Aku rasa aku begitu bodoh menganggap semua kebaikan kamu itu sebagai pertanda bahwa kamu mengingikan aku dan ingin melindungin aku. Vin, selama ini aku sesak ketika kamu mulai memuji dan memanggil namanya ketika kita sedang berbicara. Namun, aku tidak bisa berbuat banyak. Karena aku tau kamu begitu merindukan dia saat itu. Aku hanya bisa membiarkan itu semua terjadi Vin. Demi aku bisa dekat dan berkeluh kesah dengan kamu. Ketika sedang bersama kamu aku benar-benar bisa menjadi wanita biasa yang mempunyai banyak rasa syukur karena Tuhan telah menciptakan kamu."

"Bel, percayalah. Aku bukan pria baik. Aku pria brengsek yang sewaktu-waktu aku bisa ninggalin kamu tanpa pamit. Seperti yang aku lakukan ke dia waktu itu. Bel, kamu begitu baik dan sempurna untuk menjadi wanita yang berdampingan dengan aku. Aku bukan lelaki yang seperti ada di dalam otak dan pikiranmu Bel. Percayalah semua cerita-ceritaku itu asli dan nyata. Aku ngga bisa membayangkan bila aku melakukan hal yang sama ke kamu Bel. Kamu begitu baik dan lemah lembut dan itu tidak pantas untuk lelaki sepertiku yang mempunyai hobi meninggalkan orang yang aku sayangi."

"Tapi aku ingin kamu Vin, Aku ingin kamu" dan saat itu Isabelle benar-benar menangis dan gue hanya bisa terdiam sambil memandangi dia dari kejauhan. Akhirnya gue memutuskan untuk memeluk dia dan berusaha untuk nenangin dia kembali. "Maafin aku Bel, aku bener-bener ngga bisa. Aku hanya mampu untuk menjadi kaka bagimu bukan sebagai pilihanmu. Bel, izinkan aku minta maaf dan kembali ngejar dia Bel. Aku hancur bila melihat kamu seperti ini. Jangan siksa aku juga." Gue bener-bener memohon kepada Isabelle agar dia mengerti bagaimana perasaan gue saat itu. Dan tidak lama dia melepaskan pelukan gue dan dia mulai menghapus air matanya. "Vin, betapa beruntungnya dia bisa merasakan perjuangan kamu kembali, betapa beruntungnya dia setelah beberapa tahun kamu kembali dan tetap memilih dia sebagai wanitamu kelak. Vin, satu pesanku jangan sakiti dia kembali, cukup sekali kamu melakukan hal bodoh itu. Cukup sekali aku melihat kamu menderita dan cukup sekali kamu melihat aku menjadi bodoh ketika aku memohon denganmu untuk menjadi pilihanku" gue benar-benar bersyukur mempunyai teman secantik dan sekuat Isabelle. Dia benar-benar kuat dengan pilihanya walaupun gue rasa itu juga terpaksa. Setelah nangis-nangisan gue dan Isabelle kembali menjadi teman yang cukup gila. Gue malam itu benar-benar ada buat Isabelle dalam melewati penolakan yang gue lakukan.

Beberapa hari berikutnya gue udah ada di Airport dan udah siap untuk kembali pulang ke Indonesia. Isabelle pagi itu benar-benar menggengam tangan gue begitu erat dan kencang sesekali gue mengusap halus rambutnya dan memberikan senyuman ke dia. Isabelle mengerti dengan semua keputusan gue untuk kembali ke Indonesia.

"Lain waktu, aku akan berkunjung ke Indonesia dan sudah seharusnya kamu memperkenalkan aku dengan wanita hebat pilihanmu itu" ucap Bel sambil tolak pinggang dan melihat gue. Gue hanya bisa jawab. "Pasti, tunggulah waktunya. Kamu akan tau wanita hebatku" lalu gue pergi setelah gue memberikan pelukan dan ciuman di kening untuk sahabatku Isabelle.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar